1

Tren Makanan dan Minuman yang Sedang Hits Tahun Ini

Pada tahun 2025, industri kuliner tidak lagi sekadar soal rasa atau kekenyangan. Dunia makanan dan minuman telah bertransformasi menjadi sebuah ekosistem budaya, teknologi, dan kesadaran lingkungan yang saling terkait. Dari kafe-kafe kecil di sudut kota hingga rantai restoran global, tren terbaru tidak hanya memanjakan selera, tetapi juga menggugah kesadaran konsumen akan kesehatan, keberlanjutan, dan pengalaman sensorik yang mendalam. Media sosial — terutama TikTok, Instagram, dan YouTube — menjadi mesin pendorong utama yang mempercepat penyebaran tren kuliner, membuat sesuatu yang biasa menjadi viral dalam hitungan jam.

Artikel ini akan mengupas tuntas tren makanan dan minuman terhangat tahun 2025 yang sedang mendominasi pasar global maupun lokal, terutama di Indonesia. Kami tidak hanya menyajikan daftar makanan yang “hits”, tetapi juga menjelaskan mengapa hal-hal ini menjadi populer, bagaimana mereka merevolusi cara kita makan, dan apa yang bisa diharapkan di masa depan.


1. Bubble Tea Lokal dengan Bahan Nusantara: Ketika Tradisi Bertemu Modern

Tidak bisa dipungkiri, bubble tea masih menjadi raja minuman kekinian. Namun, pada tahun 2025, variasi baru yang lebih inovatif dan berakar budaya mulai mengambil alih pasar. Alih-alih hanya menggunakan sirup buah impor atau susu bubuk, para penjual bubble tea kini beralih ke bahan lokal yang autentik dan bernilai tinggi.

Contohnya:

  • Bubble tea dari daun kelor yang kaya antioksidan dan rasa herbal segar.
  • Teh pandan fermentasi dengan topping tape ketan hitam dan sirup gula aren.
  • Milk tea dengan susu kelapa asli dari Nusa Tenggara, dikombinasikan dengan tapioka berwarna alami dari ubi ungu dan bit.

Di Jakarta, Bandung, dan Yogyakarta, kedai-kedai kecil seperti TeaNusantara dan BobaKu menjadi sorotan karena menawarkan pengalaman “minum tradisi”. Konsumen tidak hanya membeli minuman, tetapi juga mendukung petani lokal dan mempertahankan warisan kuliner.

Mengapa ini hits?
Generasi Z dan Milenial semakin peduli terhadap authenticity. Mereka ingin merasakan rasa yang “benar-benar dari Indonesia”, bukan sekadar tiruan Barat. Selain itu, warna alami dari bahan lokal membuat minuman ini sangat Instagrammable — hijau pandan, ungu ubi, merah bit — yang memicu viralitas di media sosial.


2. Makanan Berbasis Jamur: The Future Protein

Dalam beberapa tahun terakhir, alternatif daging berbasis tumbuhan telah berkembang pesat. Tahun ini, fokusnya beralih dari kedelai dan tempe ke jamur — khususnya jenis oyster mushroom (jamur tiram), king oyster, dan lion’s mane.

Jamur memiliki tekstur yang mirip daging, kaya serat, rendah kalori, dan mengandung beta-glucan yang mendukung sistem imun. Produk-produk seperti jamur tiram vegan steak, burger jamur lion’s mane, dan nugget jamur fermentasi kini tersedia di supermarket, bahkan di gerai cepat saji seperti McDonald’s Indonesia yang meluncurkan “Mushroom McBite” sebagai menu terbatas.

Restoran vegan premium seperti The Green Table di Bali dan Mushroom Lab di Surabaya menawarkan hidangan gourmet berbasis jamur yang menyaingi steak sapi. Bahkan, chef ternama seperti Chef Yuda Bustara mengakui bahwa jamur adalah “bahan paling menarik tahun ini karena bisa meniru rasa, tekstur, dan bahkan aroma daging dengan sangat akurat.”

Mengapa ini hits?
Kesadaran akan sustainability dan kesehatan semakin tinggi. Produksi jamur membutuhkan air 90% lebih sedikit daripada peternakan sapi, dan emisi karbonnya hampir nol. Selain itu, jamur juga mengandung umami alami — rasa gurih yang membuat orang ketagihan tanpa perlu MSG atau garam berlebihan.


3. Makanan Fermentasi: Kesehatan Usus yang Viral

Fermentasi bukan lagi istilah ilmiah yang hanya dipahami oleh para ahli gizi. Tahun 2025, makanan fermentasi menjadi mainstream karena manfaatnya untuk mikrobioma usus — yang kini dikaitkan dengan kesehatan mental, kekebalan tubuh, bahkan penurunan berat badan.

Tren ini meliputi:

  • Kombucha lokal dengan rasa jeruk nipis, jahe, dan rosella.
  • Tempeh fermentasi lanjut (fermented tempeh) yang dimasak dengan teknik slow-roasting untuk menghasilkan rasa gurih seperti keju.
  • Kimchi Indonesia — versi lokal dari kimchi Korea yang menggunakan kol merah, cabai rawit, dan gula aren.
  • Miso dari kacang tanah — alternatif nabati dari miso kedelai tradisional Jepang.

Di kota-kota besar, “fermentation workshops” menjadi aktivitas akhir pekan yang populer. Orang-orang datang untuk belajar membuat kombucha sendiri, mengolah tempeh menjadi camilan, atau bahkan membuat kefir dari santan kelapa.

Mengapa ini hits?
Penelitian ilmiah tentang gut-brain axis (hubungan usus dan otak) semakin banyak dipublikasikan. Konsumen sadar bahwa “makan sehat” bukan hanya soal kalori, tapi juga kualitas bakteri dalam tubuh. Makanan fermentasi adalah solusi alami yang murah, ramah lingkungan, dan bisa dibuat di rumah — cocok dengan gaya hidup “self-care” dan “do-it-yourself”.


4. Makanan Berwarna-Warni: Visual Appeal sebagai Kebutuhan

Jika dulu makanan enak itu yang rasanya enak, kini makanan yang terlihat enak justru lebih penting. Tren “eat the rainbow” (makan pelangi) telah menjadi standar baru. Makanan berwarna-warni alami — bukan pewarna buatan — menjadi daya tarik utama.

Contoh tren:

  • Nasi kuning dengan nasi hitam, merah, ungu, dan hijau — semua dari bahan alami seperti kunyit, beras hitam, bit, dan pandan.
  • Dessert rainbow bowl yang terdiri dari acai, mangga, kiwi, blueberry, dan granola warna-warni.
  • Puding susu dengan lapisan warna alami dari daun suji, bunga telang, dan wortel.

Restoran seperti Colorful Table di Malang dan Rainbow Kitchen di Jakarta sengaja merancang menu mereka agar terlihat seperti karya seni. Mereka bahkan menawarkan photo package — pelanggan bisa berfoto dengan menu mereka sebelum makan, dan foto itu langsung bisa diunggah ke media sosial.

Mengapa ini hits?
Studi dari Universitas Cornell menunjukkan bahwa warna makanan memengaruhi persepsi rasa. Warna cerah memberi kesan “lebih segar”, “lebih sehat”, dan “lebih lezat” — bahkan jika rasa sebenarnya sama. Di era digital, visual adalah kunci penjualan. Makanan yang tidak fotogenik, tidak akan viral.


5. Makanan Nostalgia: Kembali ke Masa Kecil

Dalam dunia yang serba cepat dan kompleks, banyak orang merindukan kehangatan masa kecil. Tren “nostalgic food” pun meledak di tahun 2025 — terutama di kalangan milenial dan Gen Z yang tumbuh di era 2000-an.

Makanan-makanan yang dulunya dianggap “ketinggalan zaman” kini hadir dengan sentuhan modern:

  • Cireng isi keju — cireng tradisional yang diisi dengan mozzarella dan disajikan dengan saus sriracha.
  • Kue cubit dengan topping matcha, oreo, dan caramel.
  • Es campur ala 90-an, tapi dengan es krim probiotik dan sirup stevia.
  • Susu kedelai hangat dengan gula aren dan jahe — versi modern dari susu kedelai yang dulu dijual keliling.

Restoran seperti Nostalgia Eats di Bandung dan Kueku Kembali di Surabaya bahkan menghadirkan suasana rumah tahun 2000-an: dinding berpola bunga, mainan lama di sudut ruangan, dan lagu-lagu dangdut klasik sebagai latar musik.

Mengapa ini hits?
Psikologi konsumen menunjukkan bahwa makanan nostalgia memicu pelepasan dopamin dan oksitosin — hormon bahagia. Di tengah tekanan hidup modern, makanan yang mengingatkan pada masa kecil memberi rasa aman, nyaman, dan emosional. Ini bukan sekadar makan, tapi healing.


6. Makanan Functional: Makanan yang Bekerja untuk Tubuh

Functional food — makanan yang tidak hanya memberi energi, tapi juga memiliki manfaat kesehatan spesifik — kini menjadi norma, bukan lagi tren eksklusif.

Tahun 2025, kita melihat:

  • Snack tinggi serat dan prebiotik dari tepung gaplek dan biji chia.
  • Minuman peningkat fokus dengan ekstrak bacopa monnieri dan L-theanine — untuk pelajar dan pekerja remote.
  • Cokelat anti-stres yang mengandung ashwagandha dan magnesium.
  • Air minum dengan elektrolit alami dari kelapa dan garam Himalaya — menggantikan minuman olahraga kimia.

Brand seperti VitalBites dan ZenSip mengemas produk mereka seperti obat, tapi dengan rasa yang enak. Packaging-nya terlihat seperti produk kesehatan premium, dengan label jelas: “Meningkatkan mood”, “Membantu tidur nyenyak”, “Mengurangi peradangan”.

Mengapa ini hits?
Kesadaran akan kesehatan holistik meningkat. Orang tidak lagi hanya ingin “tidak sakit”, tapi ingin “berfungsi optimal”. Makanan yang bisa meningkatkan konsentrasi, memperbaiki tidur, atau mengurangi kecemasan — menjadi prioritas. Ini adalah era “food as medicine” yang benar-benar dijalankan.


7. Makanan Ramah Lingkungan: Zero Waste, Zero Guilt

Tren terbesar tahun ini bukan hanya soal rasa atau kesehatan, tapi etika. Konsumen semakin menuntut transparansi: dari mana bahan berasal? Bagaimana proses produksinya? Apakah ada limbah?

Tren zero-waste dining kini menjadi standar. Restoran seperti Wasteless di Jakarta dan EcoEats di Bali tidak hanya menyajikan makanan, tapi juga:

  • Menggunakan sisa sayuran untuk membuat powder suplemen.
  • Mengubah ampas kopi menjadi snack crunchy.
  • Menyajikan makanan dalam kemasan yang bisa dimakan (edible packaging) dari rumput laut.
  • Menawarkan “meal with purpose” — setiap pesanan, 10% dana disumbangkan untuk program penanaman pohon.

Bahkan, food waste challenge menjadi kontes viral di TikTok: orang berlomba membuat hidangan lezat dari sisa makanan rumah tangga.

Mengapa ini hits?
Generasi muda menyadari bahwa pilihan makanan mereka berdampak pada iklim. Mereka tidak ingin “makan enak tapi merusak bumi”. Tren ini bukan lagi pilihan, tapi tanggung jawab.


8. Minuman Adaptogen: Kafein Tanpa Kecemasan

Kopi masih populer, tapi kini muncul tren adaptogen drinks — minuman yang membantu tubuh beradaptasi terhadap stres.

Minuman seperti:

  • Chai adaptogen dengan jahe, kayu manis, dan rhodiola rosea.
  • Golden milk dengan kurkumin, madu, dan ashwagandha.
  • Cold brew dengan ekstrak cordyceps — jamur yang meningkatkan stamina tanpa kafein berlebihan.

Kedai seperti The Calm Brew di Surabaya dan Mindful Sip di Bandung menawarkan menu “mood-based”:

  • “Focus Mode” untuk belajar
  • “Relax Mode” untuk tidur
  • “Energy Boost” untuk olahraga

Mengapa ini hits?
Di tengah tekanan kerja dan kehidupan urban, orang mencari cara alami untuk mengelola stres. Minuman ini tidak membuat gelisah seperti kopi biasa, tapi memberi energi yang tenang dan berkelanjutan.


Kesimpulan: Tren Kuliner 2025 Adalah Gabungan dari Rasa, Makna, dan Tanggung Jawab

Tren makanan dan minuman tahun 2025 bukan sekadar “apa yang sedang viral”. Ini adalah cerminan perubahan nilai sosial:

  • Kembali ke akar budaya (lokal, tradisional)
  • Mengutamakan kesehatan holistik (mental, fisik, usus)
  • Bertanggung jawab terhadap planet (ramah lingkungan, zero waste)
  • Mencari pengalaman emosional (nostalgia, visual, interaktif)

Tren ini menunjukkan bahwa konsumen modern tidak lagi menjadi pembeli pasif. Mereka adalah partisipan aktif dalam transformasi sistem pangan — memilih makanan yang tidak hanya enak, tapi juga berarti.

Bagi pelaku UMKM kuliner, peluang besar ada di sini:

  • Gunakan bahan lokal yang unik.
  • Ceritakan asal-usul produk Anda.
  • Fokus pada pengalaman, bukan hanya produk.
  • Jadikan makanan sebagai bentuk ekspresi diri dan kepedulian.

Bagi konsumen, ajaklah diri Anda untuk lebih sadar: setiap gigitan, setiap tegukan, adalah pilihan. Pilihan yang bisa mengubah tubuh Anda, komunitas Anda, dan bahkan dunia.


Apa yang Akan Datang? Prediksi Tren 2026

Berdasarkan pola tahun 2025, beberapa prediksi tren 2026 sudah mulai muncul:

  • Makanan berbasis sel (cultured meat) mulai tersedia di restoran premium.
  • AI-powered personalized nutrition — aplikasi yang menyarankan menu harian berdasarkan DNA dan mikrobioma Anda.
  • Kuliner augmented reality — Anda bisa “melihat” asal-usul bahan makanan Anda lewat QR code yang menampilkan video petani atau proses fermentasi.
  • Food as therapy — klinik kesehatan mental mulai merekomendasikan menu makanan sebagai bagian dari terapi.

Tahun ini, makanan bukan lagi sekadar kebutuhan. Ia adalah seni, ilmu, gerakan sosial, dan meditasi sehari-hari.


Jadi, apa tren makanan favorit Anda tahun ini?
Cobalah satu dari tren di atas — dan bagikan pengalaman Anda di media sosial dengan tag #TrenMakananHits2025. Siapa tahu, Anda bisa menjadi bagian dari gerakan kuliner yang mengubah dunia.

hubungi sekarang

kontak kami

0811-1145-341

Senin – Sabtu 08:00 WIB – 17:00 WIB

Jl. Sari Mulya No.88, Setu, Kec. Setu, Kota Tangerang Selatan, Banten 15314